PENDAHULUAN
Perbankan syariah
atau perbankan Islam (Arab: المصرفية الإسلامية al-Mashrafiyah
al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan
hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan
dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan
bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada
usaha-usaha berkategori terlarang (haram).
Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
LANDASAN
TEORI
Pengertian bank menurut UU No 7
tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu
lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke
masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau
baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank
Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda, namun secara
teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah mempunyai pengertian yang
sama.
Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan alquran dan al hadist.
Berdasarkan
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang PerbankanSyariah bab 1 pasal 1,
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkuttentang Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatanusaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya. SedangkanBank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkanPrinsip Syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah.
Menurut
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah bab 1 pasal 1
tersebut, yang dimaksud Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam
kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yangmemiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Sedangkan Bank Umum
Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatan memberikan jasa dalamlalu lintas
pembayaran, sebaliknya Bank Pembiayaan Syariah tidak memberikan jasa lalu
lintas pembayaran
PEMBAHASAN
Produk perbankan syariah dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana, (II) Produk
Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan
kepada nasabahnya
Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana
pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke
dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1. Transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang
dilakukan dengan prinsip jual beli.
2. Transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
3. Transaksi
pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan
guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada
kategori pertama dan kedua, tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah
produk yang menggunakan prinsip jual- beli seperti murabahah, salam, dan
istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa
yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat
keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan
prinsip bagi- hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh
nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke
dalam kelompok ini adaiah musyarakah dan mudharabah.
1. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan
sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda
(transfer of property). Tingkat keuntungan
bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas
barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
dan waktu penyerahan barang seperti:
·
Pembiayaan Murabahah
Murabahah bi tsaman ajil atau
lebih dikenal sebagai
murabahah. Murabahah berasal
dari kata ribhu (keuntungan)
adalah transaksi jual-beli di mana
bank menyebut jumlah keuntungannya.
Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan. Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan
dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlakunya akad.Dalam perbankan, murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil).
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
·
Salam
Salam adalah transaksi jual
beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena
itu barang diserahkan
secara tangguh sedangkan
pembayaran dilakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual. Sekila transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam
transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada
bank, maka bank akan menjualnya
kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau secara cicilan. Harga
jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya
secara tunai biasanya disebut pembiayaan
talangan (bridging financing).
Sedangkan bila bank menjualnya secara
cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka
waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad
jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada
seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali
secara tunai atau secara cicilan.
·
Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam
istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin)
pembayaran.
Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.Ketentuan umum ialah spesifikasi barang
pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran,
mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan
dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika
terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga
setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan
tetap ditanggung nasabah.
2. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah
dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah
sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah
objek transaksinya adalah jasa.
Pada
akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah
muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang
didasarkan prinsip bagi hasil adalah musyarakah dan
mudharabah.
·
Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil
adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau
serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerjasama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara
bersama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah
adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka
secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud
maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama
dapat berupa dana, barang perdagangan (trading
asset), kewiraswastaan (entrepreneurship),
kepandaian (skill), kepemilikan (property),
peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak
paten atau goodwill), kepercayaan/
reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat
dinilai dengan uang. Dengan merangkum
seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi
masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu
menjadikan produk ini sangat fleksibel.
·
Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan
syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk
kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi
100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi
jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen
proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati
dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian.
Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk
mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan
mudharabah terletak pada besarnya kontribusi
atas manajemen dan keuangan atau salah satu
diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal
dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua
pihak atau lebih. musyarakah dan mudharabah dalam
literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah)
yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya
masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan
bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak
untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian
pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam.
4. Akad Pelengkap
Untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad
pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk
meminta pengganti biaya- biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini
sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
·
Hiwalah
(Alih Utang-Piutang)
Hiwalah adalah transaksi
mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah
lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya.
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk
mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan
penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan
kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.
Umpamanya seorang supplier bahan
bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan
dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas,
maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima
pembayaran dari pemilik proyek.
·
Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah
untuk memberikan jaminanpembayaran
kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :
o
Milik nasabah sendiri.
o
Jelas ukuran, sifat, dan
nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.
o
Dapat dikuasai namun
tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan
barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak
barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat,
maka nasabah harus bertanggungjawab.
Apabila nasabah wanprestasi,
bank dapat melakukan penjualan barang
yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai
hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank.
Apabila hasil penjualan
melebihi kewajibannya, maka
kelebihan tersebut menjadi
milik nasabah. Dalam hasil penjualan
tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi
kekurangannya.
·
Qardh
Qardh adalah pinjaman uang.
Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu :
o
Sebagai pinjaman
talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan
pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum
keberangkatannya ke haji.
o
Sebagai pinjaman tunai (cash
advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
o
Sebagai pinjaman
kepada pengusaha kecil, dimana
menurut perhitungan bank
akan memberatkan si pengusaha bila
diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah,
atau bagi hasil.
o
Sebagai pinjaman kepada
pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan
terpenuhinya kebutuhan pengurus
bank. Pengurus bank akan
mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
·
Wakalah
(Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan
dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum.
Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana
nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian
L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah,
salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi
tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena force majeure menjadi
tanggung jawab nasabah. Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka
masing-masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah
dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah
Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai
kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan
nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya
tersebut, bank mendapat pengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian
kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah
dengan bank.
·
Kafalah
(Garansi Bank)
Garansi bank
dapat diberikan dengan
tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan
sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima
dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya
atas jasa yang diberikan.
Produk Penghimpunan Dana
Penghimpunan
dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
·
Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang
diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk
rekening giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah.
Dalam wadiah amanah, pada prinsipnya harta
titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
Sedangkan dalam hal Wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank)
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan
harta titipan tersebut.
·
Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan
atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilikmodal)
dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan
pembiayaan murabahah atau ijarah seperti
yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula
dana tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah.
Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam
hal bank menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka
bank bertanggung jawab penuh atas
kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna
(ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang akan
dibagi hasilkan, ada nisbah, ada ijab
kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan
berjangka dan deposito berjangka.
·
Akad Pelengkap
Untuk mempermudah
pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga
akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta
pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar
timbul.
Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu,
seperti inkaso dan transfer uang.
Jasa Perbankan
Bank
syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa
perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan
berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan
tersebut antara lain berupa :
·
Sharf
(Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinsipnya jual-beli
valuta asing sejalan dengan prinsip sharf.
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan
pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual
beli valuta asing ini.
·
ljarah
(Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain
penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan
jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian).
Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
KESIMPULAN
Produk
perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
·
- Produk Penyaluran Dana
·
- Produk Penghimpunan Dana
·
- Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya
DAFTAR
PUSTAKA
- http://www.pkesinteraktif.pkes.org/download/PERBANKANSyariah_PKES_secure.pdf
- http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah#Tantangan_Pengelolaan_Dana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar