Parkir
liar makin merajalela di jalanan Jakarta. Parkir liar ini menyebabkan macetnya
parahnya berbagai ruas jalan. Polda Metro Jaya menyatakan mengatasi masalah
parkir liar ini bukan hanya semata masalah sanksi saja.
"Bukan
hanya dengan merazia atau mengusir tetapi dengan menyiapkan lahar parkir yang
disediakan untuk itu. Itu yang sulit," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya
Kombes Rikwanto di kantornya Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (3/4/2013).
Rikwanto
mengatakan, razia hanya secara sesaat mengusir parkir liar di suatu lokasi.
Namun biasanya tak berapa lama jalanan akan kembali dipenuhi parkir liar.
" Jadi kalau mau mengusir sesaat itu. Berjalan dua hari sampai seminggu
bisa, tapi minggu depan balik lagi karena memang tidak ada lahan parkir yang
tersedia untuk itu," katanya.
Rikwanto
mengatakan, masalah parkir liar memang masalah di kota besar seperti Jakarta.
Pembangunan gedung perkantoran tidak memperhitungkan lokasi untuk parkir.
" Asumsinya, dalam 5 tahun masih save parkirnya. Tapi baru dua tahun tidak
bisa menampung lagi," katanya. Rikwanto meminta agar masalah parkir
dipikirkan masak-masak dalam pembangunan gedung. "Ini harus dipikirkan
masak-masak masalah tersebut," katanya.
Pemprov
DKI Jakarta berencana membuka tender investasi untuk mengatasi permasalahan
parkir di Jakarta. Nantinya juru parkir di DKI Jakarta akan mendapatkan gaji
yang layak setelah rencana tersebut terealisasikan.
"Kita
juga tekankan juru parkir ini kita bisa gaji yang layak, ya kita bayar Rp 3-4
juta lah. Supir aja sekarang bisa Rp 7 juta," terang Wakil Gubernur DKI
Jakarta, Basuki T. Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2013).
Menurut
pria yang akrab disapa Ahok ini sangat mungkin dilakukan karena Pemprov DKI
Jakarta hanya meminta 30 % dari bagi hasil parkirnya. Sisanya sebanyak 70 %
dapat digunakan untuk operasional dan menggaji para juru parkir.
"Kan
kita bikin rumus, biaya dokter misal Rp 1,8 juta terus dia ke sana berapa kali?
Dia ada bonusnya ada insentifnya. Jadi bukan kita gaji Rp 4 juta gitu,"
imbuhnya.
Ahok
bantah bahwa Pemprov sama saja menggaji preman dengan sistem seperti ini.
Menurutnya preman atau freeman itu adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan,
sehingga banyak yang menjadi juru parkir liar. Oleh karenanya Pemprov DKI
Jakarta berniat menertibkan parkir-parkir liar ini dengan sebuah sistem yang
membutuhkan investasi pihak ketiga.
"Dia
(investor) pasang seluruh sistem, jadi parkir itu pasang cctv semua. Jadi
parkir itu nanti nggak ada mesin parkirnya," papar Ahok.
Ada
banyak sekali permasalahan mengenai perparkiran. Sebelum lebih jauh membahas
mengenai permasalahan dalam perparkiran, ada baiknya mengidentifikasi masalah
parkir, yaitu :
A.
Berdasarkan jenis moda angkutan
−
Parkir Kendaraan Bermotor
·
Kendaraan roda 2
·
Kendaraan roda 4 (mobil penumpang)
·
bus/ Truk
−
Parkir Kendaraan Tidak Bermotor
·
Becak
B.
Berdasarkan lokasi parkir
−
Parkir di badan jalan (On-street
Parking)
−
Parkir di luar badan jalan (Off-street
Parking)
Aktifitas
suatu pusat kegiatan akan menimbulkan aktifitas parkir kendaraan yang
berpotensi menimbulkan masalah antara lain:
1. Bangkitan
tidak tertampung oleh fasilitas parkir di luar badan jalan yang tersedia,
sehingga meluap ke badan jalan. Luapan parkir di badan jalan akan mengakibatkan
gangguan kelancaran arus lalulintas.
2. Tidak
tersedianya fasilitas parkir di luar badan jalan sehingga bangkitan parkir
secara otomatis memanfaatkan badan jalan untuk parkir.
Perparkiran
menimbulkan permasalahan mulai dari masyarakat, pengelola parkir, bahkan
pemerintah daerah. Gaung dari jeritan konsumen terhadap permasalahan parkir
sering di dengar di media massa baik elektronik maupun cetak, berbagai
pengaduan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan bahkan sampai di bawa ke
pengadilan dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Permasalahan tersebut
antara lain : masalah penerapan tarif yang semena-mena, kerusakan kendaraan di
tempat parkir, kehilangan kendaraan, bahkan ketidak becusan Pemerintah daerah
sebagai pengelola parkir.
Hubungan
Hukum yang timbul antara pengelola parkir dan konsumen serta berbagai
permasalahan di atas memunculkan kepekaan masyarakat dalam fenomena sosial yang
membuat sikrap kritis dalam masalah perparkiran.
Kepala
Dinas Perhubungan (Dishub) meminta masyarakat tidak memberikan uang kepada
preman parkir liar. Jalan merupakan properti milik masyarakat dan tidak boleh
dibisniskan. "Namanya
jalan dibisniskan enggak boleh," tandas Kadishub, Udar Pristono, di
Balaikota Jakarta, Rabu (10/4).
Dia
meminta peran serta masyarakat untuk memberangus premanisme ini. Dia pun
menyarankan agar warga berani menolak memberikan uang ke preman parkiran.
Terlebih, jika tak ada larangan parkir di lahan itu.
"Kalau
ada tukang parkir, jangan dikasih uang. Kan kamu saja kebiasaan memberi uang.
Jangan dibiasakan. Makanya di mal-mal besar ada tulisan no tips. Tidak boleh
memberi tips," kata dia.
Kemudian,
jika mereka memaksa, itu berarti pemerasan. Hal tersebut merupakan tindak
pidana dan dapat dilaporkan ke kepolisian.
Sebab,
Dishub tidak memiliki kekuasaan untuk memberantas premanisme terkait parkir
liar. Dishub hanya dapat melakukan penertiban sederhana, seperti mencopot
seragam mereka.
Pemprov
DKI Jakarta tidak henti-hentinya menertibkan lalu lintas untuk atasi kemacetan
di Ibu kota. Fakta – fakta yang menjadi penyebab kemacetan adalah sebagai
berikut :
1.
Kurangnya luas lahan untuk infrastruktur jalan di Jakarta.
Sampai sekarang hanya 6,2% luas lahan
untuk infrastruktur transportasi dari luas kota, setelah dipotong luasa ruang
parkir yang dilakukan dipinggir jalan dan dan luas ruang jalan yang
dipergunakan oleh BRT, mungkin hanya tersisa 5,5%. Padahal berdasarkan
referensi[1] suatu kota yang ingin transportasinya lancar perbandingan luas
jalan dengan luas kota yang baik adalah 15% s/d 20% di kota-kota Eropa, diatas
30 persen dikota-kota Amerika Serikat dan kurang dari 10 persen di kota-kota
negara-negara sedang berkembang. Kondisi di Jakarta menjadi dilematis karena
pembangunan jalan baru sangat sulit untuk melakukan pembebasan tanahnya
sehingga solusi yang paling mungkin adalah dengan membangun jalan layang.
Penggunaan lahan yang paling efisien untuk transportasi adalah kereta api.
2. Campur aduknya kendaraan lambat dan
cepat dalam satu ruas.
Campur aduknya kendaraan lambat dengan
cepat membuat kendaraan cepat hanya bisa jalan dengan kecepatan rendah.
Sebenarnya Pemprov sudah menyadari hal ini, makanya jalan Thamrin-Sudirman
didesain ada jalur lambat dan cepat, untuk meningkatkan kecepatan lalulintas.
3. Kendaraan umum yang suka Ngetem hampir
diseluruh ruas jalan.
Walaupun hanya memiliki 300.000
kendaraan umum dengan seringnya ngetem membuat jalan jadi macet. Keadaan ini
diperparah dengan besarnya armada kecil seperti mikrolet dan angkot yang tidak
efisien dalam penggunaan ruang jalan.
4. Tidak disiplinnya pengemudi dan pemakai
jalan di Jakarta.
Banyak pengemudi di Jakarta yang tidak
disiplin dan cenderung seenaknya tanpa memperdulikan pengguna jalan lainnya,
hal ini terutama menjadi masalah besar di pinggiran kota yang jauh dari
pengawasan Polisi Lalu Lintas. Ketidak disiplinan yang paling banyak terjadi
menyangkut parkir sembarangan, tidak mengindahkan perambuan yang berlaku,
mengendarai kendaraan pada jalur berlawanan arah. Keadaan ini mendorong
terhadap meningkatnya waktu perjalanan karena ruang atau persimpangan yang
terkunci.
5. Jalan rusak.
Dalam keadaan seperti ini sangatlah
menghambat lajunya kendaraan, jalan rusak disebabkan beban kendaraan truk yang
muatannya over weight atau sistem pembuatan jalan yang tidak baik. Keadaan ini
mengakibatkan penurunan kecepatan lalu lintas serta peningkatan kecelakaan lalu
lintas khususnya yang terkait dengan sepeda motor.
6. Lampu pengatur lalu lintas yang tidak terintegrasi
waktu pengaturannya.
Banyak ruas jalan yang memiliki
beberapa persimpangan jalan yang tidak terintegrasi waktu pengaturan lalu
lintasnya sehingga terjadi penumpukan kendaraan di suatu ruas yang masih
menunggu lampu pengatur, sementara di ruas yang lain lampu pengatur sudah
memperbolehkan kendaraan untuk berjalan.
7.
Persimpangan pintu kereta api.
Pada ruas jalan yang dilalui jalur
kereta api, seringkali terjadi kemacetan karena waktu penutupan pintu tidak
sinkron dengan waktu kereta yang akan lewat. Disisi lain kereta api dibutuhkan
untuk mengalirkan penumpang dalam jumlah yang tinggi.
8.
Trotoar dan bahu jalan berubah fungsi.
Banyak trotoar yang tidak dapat
berfungsi baik untuk pejalan kaki karena menjadi tempat berdagang atau tempat
parkir. Permasalahan lain adalah bahwa pemerintah Daerah tidak berkomitmen
untuk membuat jaringan pejalan kaki yang memadai yang bisa digunakan para
difabel. Salah satu cara yang ditempuh adalah mencabut pentil kendaraan
bermotor yang terparkir sembarangan. Namun cara ini dinilai tak akan efektif
lama dibandingkan dengan derek kendaraan.
"Tindakan
itu bisa kita apresiasikan sebagai langkah pencegahan, tetapi harus juga
dipikirkan langkah selanjutnya bagaimana, permasalahan parkir liar ini
sebenarnya masalah besar yang harus segera diatasi. Permasalahannya adalah
DLLAJ tidak punya kewenangan memberikan surat tilang, sehingga langkah inilah
yang diambil," ujar Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna saat berbincang,
Jumat (20/9/2013) malam.
Penertiban
dengan cara yang sama terus-menerus akan membuat masyarakat mencari cara untuk
melawan. Yayat mencontohkan dengan menyediakan pentil cadangan atau bahkan ban
cadangan.
"Saran
saya adalah supaya Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan kepada polisi agar dapat
menilang kendaraan yang parkir secara liar, kemudian diperketat lagi aturannya
sehingga bagi yang melanggar sebanyak tiga kali maka SIM-nya dicabut. Harus
tegas kalau memang ingin menertibkan," tuturnya.
Kemacetan
di DKI Jakarta dapat diatasi jika masyarakatnya tertib dalam berkendara.
Pemprov diminta untuk tidak tanggung-tanggung dalam menindak pelanggar
ketertiban lalu lintas.
"Jokowi
(Gubernur DKI Jakarta) harus bisa mengatakan ke polisi untuk turut membantu
menertibkan, saya kira Jokowi dengan kharismanya itu bisa lah membuat seluruh
pihak untuk membantu. Untuk sanksinya ya penjarakan saja kalau sudah sering melanggar.
Sumber :