Rabu, 23 Oktober 2013

Mengatasi Kemacetan dan Parkir Liar Di Jakarta

Parkir liar makin merajalela di jalanan Jakarta. Parkir liar ini menyebabkan macetnya parahnya berbagai ruas jalan. Polda Metro Jaya menyatakan mengatasi masalah parkir liar ini bukan hanya semata masalah sanksi saja. 

"Bukan hanya dengan merazia atau mengusir tetapi dengan menyiapkan lahar parkir yang disediakan untuk itu. Itu yang sulit," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto di kantornya Jl Sudirman, Jakarta, Rabu (3/4/2013). 

Rikwanto mengatakan, razia hanya secara sesaat mengusir parkir liar di suatu lokasi. Namun biasanya tak berapa lama jalanan akan kembali dipenuhi parkir liar. " Jadi kalau mau mengusir sesaat itu. Berjalan dua hari sampai seminggu bisa, tapi minggu depan balik lagi karena memang tidak ada lahan parkir yang tersedia untuk itu," katanya.
Rikwanto mengatakan, masalah parkir liar memang masalah di kota besar seperti Jakarta. Pembangunan gedung perkantoran tidak memperhitungkan lokasi untuk parkir. " Asumsinya, dalam 5 tahun masih save parkirnya. Tapi baru dua tahun tidak bisa menampung lagi," katanya. Rikwanto meminta agar masalah parkir dipikirkan masak-masak dalam pembangunan gedung. "Ini harus dipikirkan masak-masak masalah tersebut," katanya.
 


Pemprov DKI Jakarta berencana membuka tender investasi untuk mengatasi permasalahan parkir di Jakarta. Nantinya juru parkir di DKI Jakarta akan mendapatkan gaji yang layak setelah rencana tersebut terealisasikan.

"Kita juga tekankan juru parkir ini kita bisa gaji yang layak, ya kita bayar Rp 3-4 juta lah. Supir aja sekarang bisa Rp 7 juta," terang Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki T. Purnama di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (3/7/2013).

Menurut pria yang akrab disapa Ahok ini sangat mungkin dilakukan karena Pemprov DKI Jakarta hanya meminta 30 % dari bagi hasil parkirnya. Sisanya sebanyak 70 % dapat digunakan untuk operasional dan menggaji para juru parkir.

"Kan kita bikin rumus, biaya dokter misal Rp 1,8 juta terus dia ke sana berapa kali? Dia ada bonusnya ada insentifnya. Jadi bukan kita gaji Rp 4 juta gitu," imbuhnya.

Ahok bantah bahwa Pemprov sama saja menggaji preman dengan sistem seperti ini. Menurutnya preman atau freeman itu adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan, sehingga banyak yang menjadi juru parkir liar. Oleh karenanya Pemprov DKI Jakarta berniat menertibkan parkir-parkir liar ini dengan sebuah sistem yang membutuhkan investasi pihak ketiga.

"Dia (investor) pasang seluruh sistem, jadi parkir itu pasang cctv semua. Jadi parkir itu nanti nggak ada mesin parkirnya," papar Ahok.

Ada banyak sekali permasalahan mengenai perparkiran. Sebelum lebih jauh membahas mengenai permasalahan dalam perparkiran, ada baiknya mengidentifikasi masalah parkir, yaitu :

A. Berdasarkan jenis moda angkutan
        Parkir Kendaraan Bermotor
·         Kendaraan roda 2
·         Kendaraan roda 4 (mobil penumpang)
·         bus/ Truk
        Parkir Kendaraan Tidak Bermotor
·         Becak

B. Berdasarkan lokasi parkir
        Parkir di badan jalan (On-street Parking)
        Parkir di luar badan jalan (Off-street Parking)
Aktifitas suatu pusat kegiatan akan menimbulkan aktifitas parkir kendaraan yang berpotensi menimbulkan masalah antara lain:
1.      Bangkitan tidak tertampung oleh fasilitas parkir di luar badan jalan yang tersedia, sehingga meluap ke badan jalan. Luapan parkir di badan jalan akan mengakibatkan gangguan kelancaran arus lalulintas.
2.      Tidak tersedianya fasilitas parkir di luar badan jalan sehingga bangkitan parkir secara otomatis memanfaatkan badan jalan untuk parkir.

Perparkiran menimbulkan permasalahan mulai dari masyarakat, pengelola parkir, bahkan pemerintah daerah. Gaung dari jeritan konsumen terhadap permasalahan parkir sering di dengar di media massa baik elektronik maupun cetak, berbagai pengaduan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan bahkan sampai di bawa ke pengadilan dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Permasalahan tersebut antara lain : masalah penerapan tarif yang semena-mena, kerusakan kendaraan di tempat parkir, kehilangan kendaraan, bahkan ketidak becusan Pemerintah daerah sebagai pengelola parkir.

Hubungan Hukum yang timbul antara pengelola parkir dan konsumen serta berbagai permasalahan di atas memunculkan kepekaan masyarakat dalam fenomena sosial yang membuat sikrap kritis dalam masalah perparkiran.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) meminta masyarakat tidak memberikan uang kepada preman parkir liar. Jalan merupakan properti milik masyarakat dan tidak boleh dibisniskan. "Namanya jalan dibisniskan enggak boleh," tandas Kadishub, Udar Pristono, di Balaikota Jakarta, Rabu (10/4).
 
Dia meminta peran serta masyarakat untuk memberangus premanisme ini. Dia pun menyarankan agar warga berani menolak memberikan uang ke preman parkiran. Terlebih, jika tak ada larangan parkir di lahan itu.

"Kalau ada tukang parkir, jangan dikasih uang. Kan kamu saja kebiasaan memberi uang. Jangan dibiasakan. Makanya di mal-mal besar ada tulisan no tips. Tidak boleh memberi tips," kata dia.
Kemudian, jika mereka memaksa, itu berarti pemerasan. Hal tersebut merupakan tindak pidana dan dapat dilaporkan ke kepolisian.

Sebab, Dishub tidak memiliki kekuasaan untuk memberantas premanisme terkait parkir liar. Dishub hanya dapat melakukan penertiban sederhana, seperti mencopot seragam mereka.

Pemprov DKI Jakarta tidak henti-hentinya menertibkan lalu lintas untuk atasi kemacetan di Ibu kota. Fakta – fakta yang menjadi penyebab kemacetan adalah sebagai berikut :

    1. Kurangnya luas lahan untuk infrastruktur jalan di Jakarta.
        Sampai sekarang hanya 6,2% luas lahan untuk infrastruktur transportasi dari luas kota, setelah dipotong luasa ruang parkir yang dilakukan dipinggir jalan dan dan luas ruang jalan yang dipergunakan oleh BRT, mungkin hanya tersisa 5,5%. Padahal berdasarkan referensi[1] suatu kota yang ingin transportasinya lancar perbandingan luas jalan dengan luas kota yang baik adalah 15% s/d 20% di kota-kota Eropa, diatas 30 persen dikota-kota Amerika Serikat dan kurang dari 10 persen di kota-kota negara-negara sedang berkembang. Kondisi di Jakarta menjadi dilematis karena pembangunan jalan baru sangat sulit untuk melakukan pembebasan tanahnya sehingga solusi yang paling mungkin adalah dengan membangun jalan layang. Penggunaan lahan yang paling efisien untuk transportasi adalah kereta api.

    2. Campur aduknya kendaraan lambat dan cepat dalam satu ruas.
        Campur aduknya kendaraan lambat dengan cepat membuat kendaraan cepat hanya bisa jalan dengan kecepatan rendah. Sebenarnya Pemprov sudah menyadari hal ini, makanya jalan Thamrin-Sudirman didesain ada jalur lambat dan cepat, untuk meningkatkan kecepatan lalulintas.

    3. Kendaraan umum yang suka Ngetem hampir diseluruh ruas jalan.
        Walaupun hanya memiliki 300.000 kendaraan umum dengan seringnya ngetem membuat jalan jadi macet. Keadaan ini diperparah dengan besarnya armada kecil seperti mikrolet dan angkot yang tidak efisien dalam penggunaan ruang jalan.

    4. Tidak disiplinnya pengemudi dan pemakai jalan di Jakarta.
        Banyak pengemudi di Jakarta yang tidak disiplin dan cenderung seenaknya tanpa memperdulikan pengguna jalan lainnya, hal ini terutama menjadi masalah besar di pinggiran kota yang jauh dari pengawasan Polisi Lalu Lintas. Ketidak disiplinan yang paling banyak terjadi menyangkut parkir sembarangan, tidak mengindahkan perambuan yang berlaku, mengendarai kendaraan pada jalur berlawanan arah. Keadaan ini mendorong terhadap meningkatnya waktu perjalanan karena ruang atau persimpangan yang terkunci.

    5. Jalan rusak.
        Dalam keadaan seperti ini sangatlah menghambat lajunya kendaraan, jalan rusak disebabkan beban kendaraan truk yang muatannya over weight atau sistem pembuatan jalan yang tidak baik. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kecepatan lalu lintas serta peningkatan kecelakaan lalu lintas khususnya yang terkait dengan sepeda motor.

    6. Lampu pengatur lalu lintas yang tidak terintegrasi waktu pengaturannya.
        Banyak ruas jalan yang memiliki beberapa persimpangan jalan yang tidak terintegrasi waktu pengaturan lalu lintasnya sehingga terjadi penumpukan kendaraan di suatu ruas yang masih menunggu lampu pengatur, sementara di ruas yang lain lampu pengatur sudah memperbolehkan kendaraan untuk berjalan.

    7. Persimpangan pintu kereta api.
        Pada ruas jalan yang dilalui jalur kereta api, seringkali terjadi kemacetan karena waktu penutupan pintu tidak sinkron dengan waktu kereta yang akan lewat. Disisi lain kereta api dibutuhkan untuk mengalirkan penumpang dalam jumlah yang tinggi.

    8. Trotoar dan bahu jalan berubah fungsi.
        Banyak trotoar yang tidak dapat berfungsi baik untuk pejalan kaki karena menjadi tempat berdagang atau tempat parkir. Permasalahan lain adalah bahwa pemerintah Daerah tidak berkomitmen untuk membuat jaringan pejalan kaki yang memadai yang bisa digunakan para difabel. Salah satu cara yang ditempuh adalah mencabut pentil kendaraan bermotor yang terparkir sembarangan. Namun cara ini dinilai tak akan efektif lama dibandingkan dengan derek kendaraan.

"Tindakan itu bisa kita apresiasikan sebagai langkah pencegahan, tetapi harus juga dipikirkan langkah selanjutnya bagaimana, permasalahan parkir liar ini sebenarnya masalah besar yang harus segera diatasi. Permasalahannya adalah DLLAJ tidak punya kewenangan memberikan surat tilang, sehingga langkah inilah yang diambil," ujar Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna saat berbincang, Jumat (20/9/2013) malam.
Penertiban dengan cara yang sama terus-menerus akan membuat masyarakat mencari cara untuk melawan. Yayat mencontohkan dengan menyediakan pentil cadangan atau bahkan ban cadangan.

"Saran saya adalah supaya Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan kepada polisi agar dapat menilang kendaraan yang parkir secara liar, kemudian diperketat lagi aturannya sehingga bagi yang melanggar sebanyak tiga kali maka SIM-nya dicabut. Harus tegas kalau memang ingin menertibkan," tuturnya.
Kemacetan di DKI Jakarta dapat diatasi jika masyarakatnya tertib dalam berkendara. Pemprov diminta untuk tidak tanggung-tanggung dalam menindak pelanggar ketertiban lalu lintas.

"Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) harus bisa mengatakan ke polisi untuk turut membantu menertibkan, saya kira Jokowi dengan kharismanya itu bisa lah membuat seluruh pihak untuk membantu. Untuk sanksinya ya penjarakan saja kalau sudah sering melanggar.

Sumber :